Berberapa saat yang lalu, ada keributan di sosial media, katanya keributan ini muncul gara-gara ada penceramah yang melontarkan kata yang tidak pantas ke penjual es teh. setelah ditelusuri siapa yang terlibat ternyata Gus Miftah dan Bapak Sonhaji. lokasi kejadiannya di Lapangan DR Soepardi, Sawitan, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Saat itu Gus Miftah diminta untuk mengisi ceramah pada acara Magelang Bersholawat.
berdasarkan video yang viral, terdapat rekaman momen Gus Miftah mengumpat ke penjual es teh. terlihat awalnya Gus Miftah bertanya dan melontarkan kata umpatan. “Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol gob***”, Orang-orang yang bersama Gus Miftah di atas panggung dan banyak jemaah yang hadir tertawa mendengar hinaan terhadap Sunhaji. Kamera pun menyorot ke sosok penjual es teh yang sedang menjunjung kayu alas dagangannya di atas kepala.
“Dol’en ndisik ngko lak rung payu, wis, takdir”, potongan kata yang terakhir dari Gus Miftah ke penjual Es Teh di video yang viral.

Gus Miftah dan Pak Sonhaji
1. Analisa Kata Umpatan/Hinaan
“Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol gob***”, “Dol’en ndisik ngko lak rung payu, wis, takdir”. dua kalimat yang menjadi sorotan, karena menjadi sebab bagi Gus Miftah yang mengandung Umpatan dan hinaan bagi si penjual Es Teh. meskipun dalam klarifikasinya dijelaskan bahwa itu adalah guyonan yang menimbulkan salah persepsi bagi orang banyak.
adapun kategori dua kalimat yang diucapkan dapat dipastikan masuk pada kategori mengejek dan menghina fisik orang lain, karena dua hal ini menjadikan Gus Miftah sebagai sosok yang merendahkan posisi dan keterampilan yang dimiliki si penjual es teh.
2. Analisa Hukum
Dalam Islam telah diajarkan bahwa Allah SWT melarang seorang muslim untuk mengejek, mengolok-olok, mencela, atau menghina orang lain, sebagaimana yang dijelaskan di Surat Al Hujurat ayat 11 ;
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
bahkan Rosulullah saw menganjurkan kepada kita bahwa lebih baik banyak diam karena menyelamatkan seseorang dari keburukan dan sebagai bentuk keimanan. sebagaimana sabdanya ;
“barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhori dan Muslim).
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) menegaskan bagaimana tindak pidana bagi para penghina baik dilakukan secara langsung diucapkan atau menista dengan lisan, dan dilakukan dengan cara sengaja melanggar kehormatan atau menyerang kehormatan atau nama baik orang lain. ketegasan ini dijelaskan pada Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penghinaan.
“barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya di ketahui umum karena bersalah menista orang dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan atau denda sebanyak banyaknya Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) atau Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah)”.
Menurut pengertian secara umum kata menghina dalam pasal ini adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga akibat perbuatan tersebut seseorang menjadi malu, hilang martabat atau hilang harga dirinya.
Ada berbagai macam tipikal penghinaan dalam pandangan pidana, dan tindakan pidana yang ditetapkan juga beragam. Seperti tipikal penghinaan secara tertulis dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 310 ayat (2), penghinaan fisik seseorang dilakukan melalui media elektornik atau media sosial, maka pelaku penghinaan bisa dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.